Senin, 30 Mei 2011


KONTRASEPSI
Diposkan oleh : siswanti, 15 Mei 2010
Pelayanan KB yang berkualitas mencakup pemberian jaminan pelayanan yang dapat melindungi klien dari resiko, efek samping dan komplikasi serta meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan pemakaian kontrasepsi. (Nazwan, 2008)
Pelaksanaan program Keluarga Berencana di Kabupaten Boyolali secara Nasional sudah berjalan 35 tahun. Namun masih banyak calon akseptor KB mengalami kesulitan di dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan akan kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan.
Di Indonesia pada tahun 2008 pasangan usia subur ( PUS ) yang tidak menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 10-11 % lebih dari 4 juta pasangan, dan yang  memakai  sekitar  89%  atau  lebih  dari  1,5  juta  pasangan  dari  jumlah  terse‑but  sekitar  90%   mendatangkan kehamilan.(Depkes RI, 2008)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan akskeptor KB dalam memilih alat Kontrasepsi Dalam Rahim di RSU Pandan Arang Boyolali.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptik analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional dengan lokasi penelitian di RSU Pandan Arang Boyolali. Responden adalah ibu yang menggunakan alat kontrasepsi di RSU Pandan Arang Boyolali sebanyak 60 responden. Pengumpulan data dengan cara kuesioner, analisa data dengan mengelompokkan jawaban responden sesuai item, yang disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dukungan keluarga, tarif layanan tidak mempunyai hubungan yang mempengaruhi akseptor KB untuk memilih metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
Dan dari data tersebut diantara keseluruhan PUS, ada sekitar 65% ibu tidak mengetahui tentang kontrasepsi darurat, 45% lainnya sudah mengetahui, namun tidak mengetahui cara penggunaanya, dan mungkin ini juga di karenakan kurangnya penyuluhan atau informasi yang di berikan oleh tenaga kesehatan. Penggunaan alat kontrasepsi memang tidak bisa di jamin 100%  berhasil  mencegah  kehamilan.  
Tingkat  keberhasilan  tergantung  pada  keadaan  fisik  dan  kedisiplinan  pengguna  dan pasangannya.  Kehamilan  bisa  saja  terjadi  bila  ada  kelalaian  dalam  aturan  cara  pengguna  alat  kontrasepsi.
Di seluruh Sumatera pada tahun 2008, sekitar 7,57 juta Pasangan Usia Subur ( PUS ) dimana sekitar 64,5%  PUS atau mencapai 4,88 juta PUS yang menjadi akseptor KB dan 50% di antaranya menggunakan kontrasepsi darurat ( kondar ). Di Medan di temukan sekitar 30,2% atau 2,5 juta PUS yang menjadi akseptor KB dan 20%  diantaranya  menggunakan  kontrasepsi  darurat. (Depkes Medan, 2008)

Selasa, 24 Mei 2011

HAEMOGLOBIN
Penderita anemi di Indonesia sangat besar, sehingga anemia merupakan penyebab utama angka kematian ibu di Indonesia. Upaya mencegahnya dapat dilakukan dengan mengetahui sejak dini apakah seseorang tersebut anemia atau tidak. Menurut World Health Organization (WHO) kejadian anemia pada ibu hamil berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan hemoglobin (Hb) 11 gr % sebagai dasarnya. (Manuaba,1998).
Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yang berkisar 20 %-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemi pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan tablet tambah darah (tablet Fe) pada ibu hamil yang dibagikan pada waktu mereka memeriksaan kehamilan, akan tetapi prevalensi anemi pada kehamilan masih juga tinggi.Pemeriksaan kadar hemoglobin yang dianjurkan dilakukan pada trimester pertama dan ketiga kehamilan sering kali hanya dapat dilaksanakan pada trimester ketiga saja karena kebanyakan ibu hamil baru memeriksakan kehamilannya pada trimeser kedua kehamilan, sehingga penanganan anemia pada kehamilan menjadi terlambat dengan akibat berbagai komplikasi yang mungkin terjadi karena anemia. Kriteria anemia yang digunakan sesuai dengan kriteria WHO yaitu 11 gr%. (hptt/:www.anemia.net.id) Menurut World Health Organization (WHO) ibu yang memeriksakan haemoglobin selama kehamilan di negara berkembang mencapai angka 40% dari 100 ribu orang ibu hamil.
Berdasarkan data survei kesehatan nasional 2001, angka anemia pada ibu hamil sebesar 40,1 % kondisi ini menunjukkan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia. Bila diperkirakan pada 2003-2010 prevalensi anemi masih tetap di atas 40 %, maka akan terjadi kematian ibu sebanyak 18 ribu pertahun yang disebabkan perdarahan setelah melahirkan. Ini kondisi dengan estimasi 3-7 % itu meninggal karena menderita anemia berat dan sebesar 20-40 % ibu meninggal karena penyebab tak langsung anemia. Dari kadar hemoglobin dapat digolongkan anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat. (hptt/:www.anemi.net.id).
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia tahun 2010 ibu hamil yang memeriksakan haemoglobin sebanyak 50%, sedangkan target tahun 2011 ibu hamil yang memeriksakan haemoglobin sebanyak 75% (Ikatan Bidan Indonesia, 2010).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Lampung Timur (2009), kematian ibu terdapat 18 orang yang terdiri dari 9 orang disebabkan karena perdarahan, 4 orang yang eklamsi, 2 orang karena emboli air ketuban, 1 orang karena solusio plasenta, 2 orang dengan dekompensasi kordis serta 1 orang terkena infeksi akibat ditolong oleh dukun. Laporan yang didapat dari puskesmas-puskesmas yang terdapat di Lampung Timur sasaran ibu hamil tahun 2009 berjumlah 24039 orang. Banyaknya ibu hamil pada Kunjungan pertama sebanyak 21298 orang sedang Kunjungan ke-4 sebanyak 20661 orang. Dari jumlah keseluruhan, 19231 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb, dan di dapat 40 % ibu hamil yang ditemukan anemi. Kebijakan pemerintah setempat yang diberikan bagi ibu hamil baik yang beresiko maupun yang tidak beresiko selain pemeriksaan Hb dua kali selama kehamilan untuk mendeteksi adanya anemi, tenaga kesehatan terutama bidan harus dapat juga memberikan penyuluhan tentang anemi diposyandu, pemberian Fe, pemberian suplement makanan tambahan pada ibu hamil yang beresiko yang diberikan oleh petugas gizi, dan memberikan susu ibu hamil dan dasabion.
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
Hasil Survey yang dilakukan Depkes Sumatera Utara tahun 2010 ibu hamil yang memeriksakan haemoglobin ke Rumah Sakit Umum di Medan sebanyak 65%, sedangkan target tahun 2011 ibu hamil yang memeriksakan haemoglobin sebanyak 80% dari ibu hamil (Depkes Sumatera Utara).
Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.
Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/ kronis (Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.