Selasa, 21 Juni 2011

Analisa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Antonia Uteri

 
Paritas 
Menurut Laksman.H.T (1996) paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Pengertian Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viabel)(Wiknjosastro,2002). Paritas adalah keadaan pada wanita yang telah melahirkan janin yang beratnya 500 gram atau lebih, mati atau hidup dan apabila berat badan tidak diketahui maka dipakai batas umur gestasi 22 minggu terhitung dari hari pertama haid terakhir yang normal (UNPAD, 1998). Paritas adalah seseorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup (Harjono,1996).
Klasifikasi paritas yaitu:
  1. Nullipara Seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali
  2. Primipara Wanita yang telah melahirkan bayi yang viabel untuk pertama kalinya
  3. Multipara (pleuripara) Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah viabel beberapa kali, yaitu 2-4 kali
  4. Grandemultipara Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah viabel lima kali atau lebih.
  5. Great grandemultipara Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah viabel 10 kali atau lebih. (UNPAD, 1998; Wiknjosastro, 2002). 


Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut  maternal. Primipara memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan multipara, karena pada primi terjadi perubahan fisik dam psikologis yang kompleks dan baru pertama dihadapinya.Perubahan-perubahan ini sangat memerlukan adaptasi dan penyesuaian diri dari wanita tersebut. Namun pada ibu yang belum bisa beradaptasi dengan hal ini dapat meningkatkan resiko dan komplikasi yang akan dihadapinya saat persalinannya nanti. Berbeda pada multipara, logisnya ibu-ibu yang penah mengalami kehamilan dan persalinan akn lebih mudah beradaptasi karena ia telah memiliki pengalaman pada kehamilan dan persalinan sebelumnya. Paritas ibu yang bersangkutan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Risiko terhadap ibu dan anak pada kelahiran bayi pertama cukup tinggi,akan tetapi risiko ini tidak dapat di hindari. Kemudian risiko itu menuru pada paritas kedua dan ketiga serta meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya (Mochamad, 2000; Cahyono, 2000) Hubungan antara paritas dengan kejadian atonia uteri adalah Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum ( Pritchard,1991). Hal ini disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang mengalami persalinan cenderung terjadi atonia uteri. Atonia uteri pada ibu dengan paritas tinggi terjadi karena kondisi miometrium dan tonus ototnya sudah tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada tempat implantasi plaseta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum.

Usia
Usia adalah lama waktu hidup atau ada ( sejak dilahirkan atau diadakan). Usia aman bagi seorang wanita untuk hamil dan persalinan adalah 20-30 tahun (Prawiroharjo.S, 2002). Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan diatas 35 tahun fungsi reproduksi wanita sudah mengalami penurunan  dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun. (Hariyanto, 2002) Usia rawan hamil, diakui Indra N.C. Anwar, Dr.Sp.OG., termasuk kategori kehamilan berisiko tinggi. Alasannya, tingkat risiko morbiditas (terkena penyakit) dan mortalitas (tingkat kematian) pada ibu dan janin akan meningkat ketimbang kehamilan pada usia aman 20-30 tahun. Usia yang disinyalir rawan untuk hamil adalah usia yang kurang atau lebih dari rentang usia reproduksi sehat tersebut. Hubungan usia terlalu muda dan terlalu tua terhadap atonia uteri adalah usia reproduksi sehat merupakan sebuah tinjauan medis, sementara berdasarkan statistik sebenarnya usia muda yang dianggap berisiko bagi kehamilan adalah di bawah 18 tahun. Usia 30 pun sebenarnya belum dianggap rawan. Angka tersebut dicanangkan lebih sebagai ancar-ancar bahwa kemampuan organ reproduksi wanita di usia tersebut mulai menurun. Jadi baru di atas 35 tahunlah kehamilan akan mengancam ibu dan janin Risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda biasanya timbul karena mereka belum siap secara psikis maupun fisik. Secara psikis, umumnya remaja belum siap menjadi ibu. Bisa saja kehamilan terjadi karena "kecelakaan". Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilannya pun tidak dipelihara dengan baik. Kondisi psikis yang tidak sehat ini dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak berjalan lancar sehingga kemungkinan operasi sesar jadi lebih besar. Risiko fisiknya pun tak kalah besar karena beberapa organ reproduksi remaja putri seperti rahim belum cukup matang untuk menanggung beban kehamilan. Bagian panggul juga belum cukup berkembang sehingga bisa mengakibatkan kelainan letak janin. Kemungkinan komplikasi lainnya adalah terjadinya keracunan kehamilan/preeklamsia dan kelainan letak ari-ari (plasenta previa) yang dapat menyebabkan perdarahan selama persalinan. Risiko kehamilan yang akan dihadapi pada premigravida tua hampir mirip pada premigravida muda. Hanya saja, karena faktor kematangan fisik yang dimiliki maka ada beberapa risiko yang akan berkurang pada premigravida tua. Misalnya menurunnya risiko cacat janin yang disebabkan kekurangan asam folat. Risiko kelainan letak janin juga berkurang karena rahim ibu di usia ini sudah matang. Panggulnya juga sudah berkembang baik. Bahaya yang mengancam gravida tua justru berkaitan dengan fungsi organ reproduksi di atas usia 35 tahun yang sudah menurun sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsia.

Rabu, 15 Juni 2011

PERSEPSI SUAMI DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI

Oleh : Joni, AMK
Masalah yang sering dihadapi oleh negara berkembang adalah masalah kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi oleh Indonesia saat ini adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Jika terus tidak mendapat perhatian, ancaman ledakan jumlah penduduk pada 2015 bakal benar terjadi. Indonesia belum aman dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, yang masih berada di urutan keempat jumlah penduduk dunia terbesar, setelah China, India, dan Amerika Serikat, menurut data WHO Pasangan usia subur (PUS) di Dunia yaitu sekitar 145 juta jiwa. Jumlah PUS di China berjumlah 3,5 Juta jiwayang menggunakan KB senggama terputus (Tempointeraktif, 2010). Dari beragam program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi laju pertumbuhan penduduk salah satu diantaranya adalah program Keluarga Berencana atau KB. Pengertian keluarga berencana menurut UU NO.10 Tahun 1992 adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui upaya pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/ angka kematian bayi, ibu dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Arum & Sujiyatini, 2009).
Jumlah penduduk Indonesia saat ini 230 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,40% atau sekitar 320 juta jiwa pertahunnya. Pasangan usia subur (PUS) di Indonesia yaitu sekitar 45 juta jiwa. Jumlah PUS di Sumatera Utara berjumlah 2,5 Juta jiwa. Jumlah pria yang menggunakan alat kontrasepsi di Indonesia hanya 2,7% dari total jumlah penduduk Indonesia ( BKKBN, 2007). Sedangkan jumlah pria yang aktif menggunakan alat kontrasepsi di Sumatera Utara hanya 3,15% (BKKBN, 2008). Data ini manunjukkan bahwa masih rendahnya partisipasi pria dalam menyukseskan program KB. Rendahnya pertisipasi suami dalam program KB dan penggunaan alat kontrasepsi karena kurangnya informasi dan sosialisasi tentang pengunaan kontrasepsi pada laki-laki, persepsi di masyarakat yang menganggap bahwa hanya wanita yang menjadi sasaran untuk program KB, keterbatasan metode kontrasepsi yang ada untuk laki-laki, kebijakan yang tidak mendukung seperti larangan terhadap iklan kondom yang menyebabkan terbatasnya informasi dan aksesbility alat KB dan kesehatan reproduksi bagi laki-laki, biaya yang mahal untuk melakukan Vasektomi (BKKBN, 2004) Menurut Desra (2009), dalam penelitiannya tentang persepsi suami tentang penggunaan kontrasepsi pada laki-laki mengatakan kalau dari keseluruhan responden yaitu sebanyak 65 orang, 63 orang diantaranya memiliki respon positif terhadap penggunaan kontrasepsi pada laki-laki dan 2 orang lainnya memiliki persepsi negatif, namun hal ini berbanding terbalik dengan jumlah responden yang menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki yaitu sebanyak 54 orang tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, bahwa partisipasi suami masih rendah dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki sedangkan persepsi suami tentang penggunaan kontrasepsi pada laki-laki tergolong positif, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.

Selasa, 14 Juni 2011

KTI KEBIDANAN

PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG PERUBAHAN
FISIOLOGIS PADA MASA KEHAMILAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas pada tiap 1000 kelahiran hidup dalam wilayah dan waktu tertentu. Saat ini Angka Kematian Ibu di seluruh dunia masih cukup tinggi estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, di seluruh dunia sebesar 400, di negara industri angka kematian ibu cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004) Berdasarkan hasil data WHO, terdapat 265 orang dari 1.236 ibu hamil primigravida yang mengeluh mual, muntah, dan kebanyakan terjadi pada Trimester satu. (WHO, 2009)
Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh seluruh wanita yang ada di dunia. Dalam melewati proses kehamilan seorang wanita harus mendapatkan penatalaksanaan yang benar, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu, dengan keadaan tersebut memacu kita untuk memberikan penatalaksanaan yang benar pada saat kehamilan. Asuhan pada kehamilan normal ini diperlukan karena masa ini adalah masa kritis pada ibu hamil disebabkan adanya komplikasi pada kehamilan (Syaifudin, 2001). Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), terdapat 35 orang dari 750 ibu hamil primigravida yang mengeluh pusing, muntah, tidak bisa tidur pada malam hari dan kebanyakan terjadi pada Trimester satu. (SDKI, 2009). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil (normal adalah 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dimulai dari 4 bulan sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan 7 sampai 9 bulan (Buku acuan nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2001). Pada wanita hamil atau ibu yang sedang hamil penjelasan mengenai perubahan alat kandungan sangatlah penting dan perlu, oleh karena masih banyak ibu atau wanita yang sedang hamil belum mengetahui tentang perubahan-perubahan yang ada pada diri mereka, baik alat kandungan yang berada di dalam ataupun yang ada di luar. Maka dari itu peran dari bidan sangatlah penting dan dibutuhkan untuk menjelaskan tentang perubahan yang terjadi pada tubuh ibu atau wanita yang sedang hamil dan juga memberikan pelayanan kesehatan Bio psikologis, sosial dan spiritual tanpa membedakan suku, ras, agama, terutama pada ibu hamil yang belum mengetahui tentang perubahan fisiologi alat kandungan serta ibu hamil yang mengalami kelainan pada alat kandungannya. Perubahan wanita hamil antara lain: meliputi perubahan pada uterus, perubahan pada kulit, perubahan payudara, perubahan sirkulasi darah, perubahan sistem respirasi, perubahan tractus digestivus, dan perubahan traktus urinarius (Sarwono Prawirohardjo, 1999).
Apabila ibu hamil primigravida sudah mengerti tentang perubahan fisiologis yang terjadi pada masa kehamilan maka rasa takut dan cemas selama hamil dapat dihindari dan apabila terdapat suatu kelainan pada kehamilan, ibu akan mengerti dan segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan, sebaliknya jika ibu hamil tidak mengerti perubahan fisiologis yang terjadi pada masa kehamilan seorang ibu akan merasa cemas dan takut akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya selama hamil. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), terdapat 35 orang dari 365 ibu hamil primigravida yang mengeluh takut, cemas, tidak bisa tidur pada malam hari dan kebanyakan terjadi pada Trimester satu. (Depkes Medan, 2009). Salah satu hal yang dapat dilakukan agar ibu hamil memahami perubahan fisiologis yang terjadi pad masa kehamilan adalah dengan pemeriksaan antenatal care. Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar kedua safe motherhood cukup baik yaitu 87% pada tahun 1997, namun mutunya perlu ditingkatkan terus (Saifudin, 2001). Diharapkan dengan program kesehatan tersebut dapat meningkatkan kesehatan ibu dan janin sehingga kehamilan berlangsung secara fisiologis tanpa adanya penyulit atau komplikasi. Jika semua kehamilan berlangsung secara fisiologis maka kematian karena komplikasi selama kehamilan dapat berkurang dengan kehamilan secara fisiologis, diharapkan ibu mengerti tentang perubahan fisiologis kehamilan.
Berdasarkan hasil pra survey yang penulis lakukan, terdapat 15 orang ibu hamil primigravida yang mengeluh mual, muntah, pusing, sering kencing dan kebanyakan terjadi pada Trimester satu. Dimana hal tersebut merupakan perubahan fisiologis pada masa kehamilan. Kejadian tersebut menunjukan bahwa ibu hamil khususnya ibu hamil primigravida belum faham mengenai perubahan fisiologis yang terjadi pada dirinya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengetahuan ibu primigravida tentang perubahan fisiologis pada masa kehamilan”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Bagaimana pengetahuan ibu primigravida terhadap perubahan fisiologis pada masa kehamilan?”.
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengetahuan ibu primigravida terhadap perubahan fisiologi pada masa kehamilan di klinik bersalin…………
E. Manfaat penelitian
1.      Bagi ibu hamil
Menambah pengetahuan ibu primigravida terhadap perubahan fisiologi pada kehamilan sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan ibu dan mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan perubahan yang terjadi pada dirinya.
2.      Bagi tempat peneliti
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengelola program di Klinik bersalin……. yaitu memberikan masukan agar dapat meningkatkan pelayanan kehamilan seoptimal mungkin di wilayah kerjanya dalam rangka peningkatan profesionalisme kerja dan pengabdian kepada masyarakat.

3.      Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diberikan pengetahuan kepada masyarakat terutama ibu hamil atau wanita yang sedang hamil terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan sehingga nantinya mereka mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan perubahan yang terjadi pada dirinya.
4.      Bagi Peneliti
Penelitian ini untuk menambah pemahaman penulis mengenai perubahan fisiologis pada kehamilan dan penerapan secara langsung teori pembuatan karya tulis ilmiah sesuai dengan teori yang diajarkan sewaktu kuliah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Akademi Kebidanan ………..

Senin, 13 Juni 2011

MASALAH GIZI

Diposkan oleh :  Septian, Amk
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Terdapat kaitan yang sangat erat antara tingkat keadaan gizi dan konsumsi makanan. Tingkat keadaan gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Gizi buruk atau gizi salah (malnutrion) yang dapat terjadi pada manusia sejak masih dalam kandungan sampai mencapai usia lanjut itu, sesungguhnya dapat dicegah apabila setiap orang memahami penyebab dan cara mengatasi masalah kurang gizi tersebut. (Nurhamidah, 2008 ).
Kelompok masyarakat, yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah bayi dan bayi. Gejala yang nampak pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita kurang gizi yaitu berat badan lahir rendah, yang selanjutnya rentan terhadap penyakit dan kematian. Salah satu penyebab terjadinya malnutrisi pada anak yaitu kesalahan dalam praktik menyusui. Hal ini disebabkan karena tidak memanfaatkan keuntungan dan hasil teknologi suplementasi yang dapat
meningkatkan kasus malnutrisi atau kekurangan gizi, morbiditas atau kurang sehat dan mortalitas atau kematian. (Nurhamidah, 2008).
Kelaparan dan kurang gizi menjadi ancaman nomor satu bagi kelangsungan hidup anak – anak diseluruh dunia, melebihi penyakit AIDS, Malaria dan TBC. Data FAO ( Food and Agriculture Organitation ) tahun 2006 menyebutkan sekitar 854 juta orang di dunia menderita kelaparan kronis dan 820 juta diantaranya ada di negara berkembang. Dari jumlah tersebut lebih kurang 350 – 450 juta atau lebih dari 50% adalah bayi umur 6-12 bulan. Sumber dari WHO ( World Health Organisation ) menyebutkan kelaparan dan kurang gizi menyebabkan angka kematian tertinggi diseluruh dunia. ( heri@praisindo.com, 2007 ).
Kejadian kurang gizi menunjukan bahwa di Indonesia sekitar 17.289 bayi umur 6-12 bulan meninggal dunia setiap tahun karena kelaparan dan kurang gizi.. Hal ini berarti setiap harinya ada 47 orang bayi mati, sama dengan 1 atau 2 orang bayi mati setiap menit dan 54% penyebab kematian bayi karena kekurangan gizi. Bayi Indonesia yang mengalami kurang gizi 8% dan mereka yang mengalami gizi buruk 50%. Di samping itu, bayi Indonesia yang kekurangan vitamin A, 48,1% bayi yang mengalami anemia 36%, anak Indonesia yang tergolong pendek, 11,1% mengalami GAKY (Gangguan Akibat Kurang Yodium), 50% dan ibu hamil mengalami kurang gizi. (Republika, 2007).
Data Dinas Kesehatan NTT tahun 2008 menyebutkan, jumlah bayi yang mengalami masalah kurang gizi mencapai 90.000 orang dari sekitar 497 ribu bayi. Sebanyak 12 ribu bayi mengalami gizi buruk tanpa kelainan klinis dan 167 bayi mengalami gizi buruk dengan kelainan klinis (busung lapar atau komplikasi marasmus dan kwashiorkor). Selain itu, 68 ribu bayi mengalami gizi kurang. Kabupaten yang paling banyak terdapat bayi gizi buruk dengan kelainan klinis adalah Timur Tengah Utara yakni 81 bayi. Sedangkan penderita kurang gizi paling banyak terdapat di Kabupaten Timur Tengah Selatan yakni berjumlah 12 ribu bayi, Kabupaten Sikka 8.472 bayi, Manggarai 8.364 bayi, Timor Tengah Utara 7.267 bayi dan Kupang 6.865 bayi. (Tempointeraktif.com, 2008).
Hasil pengkajian Mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kupang di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat pada bulan September tahun 2009, menunjukan bahwa pada bulan Januari sampai bulan Desember 2009 terdapat 26 bayi yang gizi kurang dan 18 bayi yang gizi buruk. Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan, penyebab kurang gizi pada anak di Batakte adalah minimnya pengetahuan orang tua tentang asupan gizi pada anak. Selama ini banyak orang tua yang menganggap jika anaknya hanya diberi makan nasi dengan kecap atau dengan lauk saja tanpa sayur, maka orang tua beranggapan bahwa hal itu sudah benar, karena anaknya sudah terbebas dari lapar. Hal ini jika terjadi secara terus-menerus akan berdampak pada menurunnya ketahanan tubuh anak sehingga anak akan mudah terserang penyakit. Selain itu orang tua, terutama ibu tidak begitu tanggap dengan kondisi anaknya sehingga saat berat badan anaknya menurun secara drastis, tidak segera di ambil tindakan untuk menangani kondisi anak tersebut. Jika kondisi iniberlangsung terus, anak mudah terserang penyakit akut. (Nurhamidah, 2008).
Tingkat pengetahuan orang tua tentang gizi pada anak sangat mempengaruhi kondisi atau status gizi pada anak. Tingkat pendidikan yang rendah berdampak pada kurangnya pengetahuan tentang pola asuh yang benar. Kebanyakan pekerjaan orang tua penderita gizi buruk adalah buruh dan ibu rumah tangga. Tingkat pendidikan SD dan tidak tamat bagi ayah 78% dan ibu 82% (Data Puskesmas Batakte, tahun 2009). Hal ini sangat mempengaruhi pola asuh yang benar pada anak. Dari hasil audit ke penderita gizi buruk, 100 persen penderitanya terinfeksi penyakit yang disebabkan oleh lemahnya daya tahan tubuh. Bantuan makanan sehat hanya bentuk penyelesaian jangka pendek. Hal yang paling penting dilakukan yakni memberikan informasi seperti pola asuh yang benar pada orang tua melalui pendidikan kesehatan tentang gizi. (Aminah, 2009).
Angka kejadian kurang gizi di NTT cukup tinggi. Berbagai kebijaksanaan dan strategi dari Pemerintah telah dilibatkan untuk mengurangi terjadinya kekurangan gizi. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan pendidikan dan penyuluhan tentang perbaikan kesehatan bayi. Sejauh ini upaya yang dilakukan dirasakan belum optimal, karena latar belakang pendidikan orang tua yang masih rendah. Menanggapi permasalahan ini, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan orang tua tentang kurang gizi pada anak di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat.
Kejadian kurang gizi menunjukan bahwa di Sumatera Utara sekitar 14.320 bayi umur 6-12 bulan meninggal dunia setiap tahun karena kelaparan dan kurang gizi.. Hal ini berarti setiap harinya ada 40 orang bayi mati, sama dengan 1 atau 2 orang bayi mati setiap menit dan 54% penyebab kematian bayi karena kekurangan gizi.